(Peneliti Sosiologi)
Merenungi
kembali kehidupan dalam konteks sejarah. Membaca kembali sejarah masa lampau yang
membawa kita dari jaman komunikasi tradisional ke jaman komunikasi modern. Hal
ini tidak terlepas dari jasa – jasa nenek moyang kita. Melalui tulisan ini
penulis akan mencoba memaparkan bagaimana komunikasi yang baik dan benar sembari
menyelami kisah – kisah nenek moyang kita di jaman dahulu dan bagaimana
solidaritas itu bisa diwujudkan. Sudah sepantasnya kita belajar dari nenek –
nenek moyang kita yang sering dikatakan tradisional itu.
Kita tidak perlu
berbangga hati dengan kecanggihan komunikasi di era seperti sekarang ini,
karena belum tentu kita mampu menciptakan solidaritas yang kuat antar satu sama
lain. Masih ingatkah kita tentang cerita – cerita nenek moyang kita dan
bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain? Mereka berjuang dalam
keterbatasan dan kesederhanaan akan tetapi tidak lepas dari kesolidan dan
kebersamaan.
Komunikasi yang
kita jalin sekarang memang bisa di katakan “mendekatkan yang jauh” dan
“menjauhkan yang dekat” . Bagaimana tidak, jika kesolidan yang kita ciptakan dan kita lestarikan merupakan
bagian dari kesolidan palsu yang kita tampakkan lewat media komunikasi yang
kita anggap canggih. Solidaritas seperti apa yang sekiranya perlu kita
unggulkan ketika kita sering kumpul dengan kawan, keluarga, atau bahkan dalam
forum malah sibuk dengan media komunikasi yang canggih itu. Tentunya banyak hal
yang perlu kita koreksi bersama, semoga melalui tulisan ini kita dapat
mengetahui dan menyadari pentingnya solidaritas antar sesama yang dapat di
bangun melalui komunikasi dengan media komunikasi apapun.
Komunikasi bukan
hanya dimulai dari seratus atau dua ratus tahun yang lalu akan tetapi sudah di
mulai sejak manusia masih dikatakan primitive.
Meskipun demikian bukan berarti komunikasi yang dilakukan para nenek moyang
kita terdahulu itu jauh lebih baik dari jaman sekarang. Mungkin malah bisa di
katakan sedikit lebih baik dari mereka jika di tinjau dari beberapa hal. Hal
ini bisa dibuktikan misalnya dengan media komunikasi mereka, yang masih bisa
kita jumpai dan pelajari melalui pesan –
pesan dan catatan yang dibuat pada waktu itu. Misalnya media komunikasi mereka
yang terbuat dari batu atau benda – benda lainnya. Bukankah betapa hebatnya
nenek moyang kita yang pada waktu itu berkomunikasi dengan sangat sederhana dan
ala kadarnya namun bisa berkomunikasi dengan menembus era yang berbeda.
Pesan dan tulisan
yang disampaikan pada waktu itu telah menggambarkan suatu bukti peradabban dan
bukti akan adanya suatu ikatan yang kuat tentang kebersamaan dalam kehidupan.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan bukti sejarah merupakan bentuk
komunikasi mereka di masa itu dan masih di temukan di masa sekarang. Sekarang
manusia juga berada dalam suatu peradaban kehidupan dimana setiap perbuatan dan
pencapaian merupakan catatan dan bukti sejarah untuk peradabban selanjutnya.
Tanpa kita sadari kita sedang mengukir sejarah kehidupan. Dan tanpa barpikir
berlarut - larut manusia membahas tentang sejarah yang akan diukir ditengah
kesibukan mereka mengukir sejarah mereka masing - masing. Sekarang saatnya kita
membangun solidaritas yang kita rasakan semakin hari semakin berkurang
keberadaannya.
Pentingnya
Solidaritas
Solidaritas
merupakan salah satu konsep kepedulian antar sesama manusia. solidaritas sosial
mengarah pada suatu keadaan hubungan antara individu dengan individu atau
individu dengan kelompok. Hal ini di dasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat pengalaman emosional bersama.[1] Sumber dari solidaritas itu sendiri adalah
tradisi yang terawat secara rapi dari generasi ke generasi, akan tetapi budaya
yang mengawal proses – proses solidaritas itu sendiri tidak ada yang selalu
berada pada kondisi statis. Kebudayaan selalu mengalami perubahan atau selalu
bergerak secara dinamis. Seakan – akan ketika budaya berubah solidaritas itu
semakin pula berubah kearah yang semakin memudar, sehingga munculnya
individualis, sikap egoistik, dan terkadang sampai diiringi konflik. Jika
seorang individu atau suatu kelompok lebih mementingkan kepentingan dirinya
masing - masing maka disinilah indikator lunturnya solidaritas sudah bisa
dilihat.
Solidaritas
sangat penting untuk diterapkan disetiap lini kehidupan. Jika rasa memiliki
yang ditimbulkan dari adanya solidaritas itu sudah tidak ada maka kehancuran
suatu peradaban itu pasti akan terjadi. Tidak adnya rasa saling memiliki akan
berakibat saling tikam satu sama lain karena perasaan bahwa kita suatu kesatuan
itu berubah menjadi kita beda. Adanya
kepercayaan bahwa “Saya bisa hidup tanpa anda!” dapat menghantarkan manusia
kearah saling makan antar satu sama lain. Semua ini akan bermuara kepada hak
dan kebebasan akan tetapi jika atas nama
kebebasan itu sendiri tanpa disadari telah memukul hak-hak yang harusnya
dilindungi. Akan tetapi terkadang karena dalih melindungi hak maka kebebasan
seakan – akan terpenjarakan.
Solidaritas
tidak menuntut banyak hal, hanya menuntut kita untuk senantiasa mengerti dan
merasa memiliki satu sama lain. Ketika hal tersebut mamapu kita ciptakan pasti
perdamaian dimanapun dan dalam sektor apapun pasti bisa kita rasakan. Ketika
kita berada dalam satu rasa dalam kepedulian
maka tidak akan ada istilah penindasan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, ataupun
ketidak seimbangan lainnya yang dapat memicu berbagai konflik dalam kehidupan.
Dan di saat sekarang ini berbagai sendi - sendi kehidupan sudah mulai mengukur
segala kebahagiaan dari sudut materi belaka. Solidaritas terkadang hanya
dipandang sebelah mata dan hanya diperlukan di saat kondisi dan situasi
tertentu saja. Maka dari itu pentingnya solidaritas sudah sepantasnya untuk
disuaraan dan diterapkan.
Di era sebelum
menjamurnya globalisasi atau ketika nenek moyang kita masih disebut tradsional,
masyarakat masih mengenal yang dinamakan Gotong Royong. Gotong Royong merupakan
kerjasama secara sukarela yang selalu dilakukan khususnya oleh masyarakat
pedesaan semenjak nenek moyang kita. Gotong Royong merupakan system pengerahan
tenaga tambahan di luar kalangan keluarga untuk mengisi kegiatan – kegiatan
yang dirasakan berguna bagi pembangunan di lingkungan masyarakat, misalnya
mengerjakan lahan pertanian, memperbaiki aliran sungai, memperbaiki pematang
sawah, memperbaiki jalur transportasi, menyiangi semak belukar yang mengganggu,
kegiatan bersih RW/desa dan sebagainya yang semua itu sangat membantu kehidupan
bermasyarakat.[2] Kita
sebagai warga Indonesia mempunyai karakteristik solidaritas yang telah
diwariskan oleh nenek oyang kita seperti gotong royong tersebut. Dan sudah
sewajarnya jika di kehidupan yang modern ini kita tetap menggunakan dasar – dasar
solidaritas dalam bermasyarakat. Nenek moyang kita bukan orang – orang yang
ahli teknologi dan informasi seperti sekarang ini. Akan tetapi kita yang
dikatakan ahli teknologi dan komunikasi disini malah kurang memiliki
solidaritas.
Memanfaatkan
teknologi dan komunikasi di era modern, bukanlah hal yang salah. Akan tetapi
harus ada penambahan nilai didalamnya yaitu orientasi kebermanfaatan untuk diri
sendiri dan orang lain oleh karena itu lengkap sudahlah kecanggihan jaman kita
jika dibanding jaman nenek moyang kita. Kita boleh mengejar materi dan kita
boleh mengejar kebahagiaan, dan ada kalanya kita juga punya kepentingan pribadi
namun bukan berarti kita harus meninggalkan solidaritas antar sesama. Kita
diciptakan dan hidup bukan untuk sendiri di dunia atau menikmati semua yang ada
di dunia hanya dengan orang – orang yang kita kehendaki. Akan tetapi Tuhan juga
menciptakan manusia lain yang wajib untuk kita sayangi pula. Konsep solidaritas
sendiri juga tidak tertujukan untuk suatu golongan, kaum, suku, atau kelompok
tertentu melainkan setiap kita yang dikatakan hidup bermasyarakat, bernegara,
dan bertanah air.
Pondasi
Solidaritas
Komunikasi
adalah pondasi awal dari terciptanya solidaritas. Tanpa komunikasi seseorang
untuk memulai mengenal seseorang di lingkungannya baik masyarakat ataupun
lingkungan lainnya akan kesulitan. Sekarang bukan saatnya berkomunikasi yang
harus face to face seperti jaman
nenek moyang kita lagi, karena cukup dengan kecanggihan media komunikasi yang
ada kita bisa dengan mudah terhubung dengan siapapun yang ingin kita ajak
berkomunikasi. Karena komunikasi merupakan suatu hal yang peting dan sangat
berpengaruh, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi harus
diperhatikan sebaik mungkin. Hal ini berkaitan dengan siapa yang kita ajak
berkomunikasi, apa yang disampaikan saat berkomunikasi, sampai sikap dan etika
kita saat berkomunikasi. Hal – hal semacam ini yang nantinya akan sangat
berpengaruh terhadap respon atau timbal balik dari lawan komunikasi kita,
sekaligus menggambarkan seperti apa kita sesuai penafsiran mereka dengan cara
kita berkomunikasi.
Komunikasi
yang baik dan berkomunikasi yang baik sekilas terlihat sama namun pada dasarnya
suatu hal yang berbeda, dan kedua – duanya sangat dibutuhkan dalam terciptanya
suatu solidaritas. Komunikasi yang baik merupakan cara kita untuk tetap menjaga
suatu hubungan agar tidak ada keretakan atau saling mencari satu sama lain.
Sedangkan berkomunikasi yang baik itu sendiri adalah suatu cara berkomunikasi
yang seharusnya dilakukan seseorang kepada yang lain agar tidak terjadi
penafsiran – penafsiran lain dari lawan komunikasi yang tidak kita ingginkan.
Analogi istilah kesan pertama mungkin lebih cocok untuk menggambarkan betapa
pentingnya komunikasi.
Pondasi
solidaritas yang kedua yaitu rasa
sayang. Menciptakan rasa sayang itu bukan hal yang mudah, dan kita perlu
memahami pertanyaan “Ingginkah kita disayanggi?” dan jagan harap kita bisa
disayangi jika kita menyayangi orang lain saja sulit. Hal pertama yang perlu
diperkuat dari pondasi solidaritas yaitu menumbuhkan rasa sayang. Di ibaratkan
pondasi solidaritas ini sebuah pondasi atau bagian dari suatu dasar bangunan,
dimana ketika pondasi dibagun dengan kuat maka bangunan itu akan ikut kuat dan
kokoh. Akan tetapi ketika pondasi ini dibangun hanya sesukanya tanpa
kesungguhan dan keseriusan maka bangunan itu sewaktu - waktu dapat roboh dan
hancur dengan sendirinya. Setelah kita mampu menciptakan rasa saling
menyayangi, perkuat rasa sayang itu dan terapkan dalam kehidupan sehari - hari.
Meskipun kita berbeda suku, budaya, agama, bahkan berbeda negara sekalipun,
bukan alasan untuk kita tidak menyayangi atau memilih untuk lebih menumbuhkan
rasa benci.
Pondasi solidaritas yang ketiga yaitu adanya
rasa saling menghargai. Menghargai bukan berarti kita harus selalu memberikan
apresiasi dan hadiah kepada orang lain akan tetapi keadaan dimana kita mampu
menempatkan orang lain seolah – olah menempatkan diri kita sendiri, sudah
termasuk menghargai orang lain. Menghormati, memberikan hak – hak orang lain
juga merupakan dari wujud adanya rasa menghargai orang lain. Sedangkan untuk menuju
terbentuknya solidaritas maka hal tersebut tidak cukup hanya di wujudkan oleh
satu pihak atau sebagian pihak akan tetapi semua pihak yang terkait harus
menyadari dan menerapkan rasa saling menghargai satu sama lain. Hal ini
dimaksudkan agar tidak ada yang merasa di sepelekan atau merasa tidak dianggap
keberadaannya. Alhasil ketika kita sudah mampu untuk saling menghargai satu
sama lain, jalinan solidaritas itu bukan hal yang tidak mungkin untuk
diwujudkan.
Pondasi
solidaritas yang terakhir atau yang ke-empat adalah merasa membutuhkan dan
dibutuhkan. Merasa membutuhkan inilah yang sering mendasari seseorang untuk
terus berhubungan dengan orang lain. Tanpa disadari jika kita selalu merasa
membutuhkan tersebut seakan - akan kita menjadi manusia yang menderita
ketergantungan kronis. Pada dasarnya kita juga punya kemampuan yang bisa orang
lain butuhkan juga. Permasalahan ini berlaku untuk dimanapun kita ingin membangun
solidaritas baik dalam keluarga, persahabatan, masyarakat, organisasi, didalam
suatu kelembagaan, atau dimanapun kita hidup bermasyarakat. Konsep
ketergantungan disini harus dirubah dengan konsep manfaat. Konsep manfaat yaitu
suatu konsep dimana kita tidak hanya berorientasi pada manfaat apa yang bisa
kita dapatkan dari pihak lain akan tetapi manfaat apa juga yang bisa kita berikan
kepada orang lain. Ketika kita bisa
saling memberi manfaat maka perasaan saling membutuhkan dan dibutuhkan itu akan
muncul dengan sendirinya.
Ketergantungan
yang dimaksud disini akan berbeda ketika konsep dan cara berpikir kita telah kita
rubah dengan konsep saling memberi manfaat. Kita akan bergantung dengan orang
lain akan tetapi mereka juga akan bergantung pada kita dan disinilah titik
solidaritas itu akan ditemui. Kita akan mulai sering bertanya kabar, merasa
kehilangan saat kita berada dalam rentang jarak yang jauh dan waktu yang lama.
Kita disini bukan hanya tokoh pelengkap atau tokoh figuran akan tetapi kita
sama - sama sebagai tokoh utama yang
memegang peran yang sama - sama penting pula. Dalam rangka menciptakan
solidaritas yang sesungguhnya, rasa kehilangan saat ditinggalkan itu merupakan
suatu hal yang wajar. Sehingga ini bisa dikatakan sebagai dampak dari adanya
rasa solidaritas yang tinggi antara kita.
Bangunan Solidaritas
Bangunan
solidaritas yang akan kita bangun maupun yang telah pembaca bangun setidaknya
menjadi bangunan yang kokoh dan tahan akan semua ancaman dan terpaan bencana,
yang sewaktu – waktu dapat menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
Betapa indahnya negeri Indonesia tercinta ini jika disetiap elemen dan lapisan
masyarakatnya senantasa mengembangkan dan menjunjung tinggi solidaritas antar
sesama. Segala macam bentuk konflik dan penindasan mungkin juga tidak akan
pernah terjadi jika kita selalu mengedepan kan solidaritas antar sesama manusia
tanpa kita mementingkan dan mengutamakan ego kita masing – masing. Kembali
berkaca dengan kehidupan Nenek Moyang kita yang hidup rukun bertetangga dan
bermasyarakat, pastinya hal serupa juga ingin dirasakan setiap masyarakat dan
tidak terkecuali masyarakat yang di katakana modern seperti sekarang.
Solidaritas
dapat terbentuk bukan hanya dari satu pihak akan tetapi perlunya kerjasama
antar pihak untuk mewujudkannya.dan melalui pemaparan yang penulis sampaikan
diharapkan solidaritas itu bukan hanya dijadikan sebagai suatu wacana atau
rencana yang belum jelas pembuktiannya. Realisasi setidaknya dapat dicontoh
dari beberapa bentuk solidaritas para Nenek Moyang kita, bahwasannya kita harus
sadar bahwa kita hidup di alam dunia ini selalu membutuhkan orang lain dan kita
pun pada dasarnya dibutuhkan pula oleh orang lain. Perlu adanya perubahan dalam
pandangan dan pikiran kita bahwa kita hidup selalu membutuhkan orang lain. Dan
sekiranya solidaritas itu merupakan suatu jawaban yang tepat akan suatu
permasalahan maka solidaritas dihadirkan juga dapat berperan sebagai solusi
bersama.
REFERENSI:
Nasution Zulkarnain, 2009, Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa
Transisi (Suatu Tinjauan Sosiologi),
Malang: UMM Press, Cet I
Sobrino Jon dan Juan Hernandes Pico, 1988, Teologi Solidaritas, Yogyakarta:
Penerbit
Kanisius.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar