Senin, 15 Agustus 2016

Belajar Kembali dari Nenek Moyang Untuk Mewujudkan Solidaritas


Oleh : Nita Wahyuni
(Peneliti Sosiologi)

Merenungi kembali kehidupan dalam konteks sejarah. Membaca kembali sejarah masa lampau yang membawa kita dari jaman komunikasi tradisional ke jaman komunikasi modern. Hal ini tidak terlepas dari jasa – jasa nenek moyang kita. Melalui tulisan ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana komunikasi yang baik dan benar sembari menyelami kisah – kisah nenek moyang kita di jaman dahulu dan bagaimana solidaritas itu bisa diwujudkan. Sudah sepantasnya kita belajar dari nenek – nenek moyang kita yang sering dikatakan tradisional itu.
Kita tidak perlu berbangga hati dengan kecanggihan komunikasi di era seperti sekarang ini, karena belum tentu kita mampu menciptakan solidaritas yang kuat antar satu sama lain. Masih ingatkah kita tentang cerita – cerita nenek moyang kita dan bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain? Mereka berjuang dalam keterbatasan dan kesederhanaan akan tetapi tidak lepas dari kesolidan dan kebersamaan.
Komunikasi yang kita jalin sekarang memang bisa di katakan “mendekatkan yang jauh” dan “menjauhkan yang dekat” . Bagaimana tidak, jika kesolidan yang  kita ciptakan dan kita lestarikan merupakan bagian dari kesolidan palsu yang kita tampakkan lewat media komunikasi yang kita anggap canggih. Solidaritas seperti apa yang sekiranya perlu kita unggulkan ketika kita sering kumpul dengan kawan, keluarga, atau bahkan dalam forum malah sibuk dengan media komunikasi yang canggih itu. Tentunya banyak hal yang perlu kita koreksi bersama, semoga melalui tulisan ini kita dapat mengetahui dan menyadari pentingnya solidaritas antar sesama yang dapat di bangun melalui komunikasi dengan media komunikasi apapun.
Komunikasi bukan hanya dimulai dari seratus atau dua ratus tahun yang lalu akan tetapi sudah di mulai sejak manusia masih dikatakan primitive. Meskipun demikian bukan berarti komunikasi yang dilakukan para nenek moyang kita terdahulu itu jauh lebih baik dari jaman sekarang. Mungkin malah bisa di katakan sedikit lebih baik dari mereka jika di tinjau dari beberapa hal. Hal ini bisa dibuktikan misalnya dengan media komunikasi mereka, yang masih bisa kita jumpai dan pelajari  melalui pesan – pesan dan catatan yang dibuat pada waktu itu. Misalnya media komunikasi mereka yang terbuat dari batu atau benda – benda lainnya. Bukankah betapa hebatnya nenek moyang kita yang pada waktu itu berkomunikasi dengan sangat sederhana dan ala kadarnya namun bisa berkomunikasi dengan menembus era yang berbeda.
Pesan dan tulisan yang disampaikan pada waktu itu telah menggambarkan suatu bukti peradabban dan bukti akan adanya suatu ikatan yang kuat tentang kebersamaan dalam kehidupan. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan bukti sejarah merupakan bentuk komunikasi mereka di masa itu dan masih di temukan di masa sekarang. Sekarang manusia juga berada dalam suatu peradaban kehidupan dimana setiap perbuatan dan pencapaian merupakan catatan dan bukti sejarah untuk peradabban selanjutnya. Tanpa kita sadari kita sedang mengukir sejarah kehidupan. Dan tanpa barpikir berlarut - larut manusia membahas tentang sejarah yang akan diukir ditengah kesibukan mereka mengukir sejarah mereka masing - masing. Sekarang saatnya kita membangun solidaritas yang kita rasakan semakin hari semakin berkurang keberadaannya.

Pentingnya Solidaritas
Solidaritas merupakan salah satu konsep kepedulian antar sesama manusia. solidaritas sosial mengarah pada suatu keadaan hubungan antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok. Hal ini di dasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat pengalaman emosional bersama.[1]  Sumber dari solidaritas itu sendiri adalah tradisi yang terawat secara rapi dari generasi ke generasi, akan tetapi budaya yang mengawal proses – proses solidaritas itu sendiri tidak ada yang selalu berada pada kondisi statis. Kebudayaan selalu mengalami perubahan atau selalu bergerak secara dinamis. Seakan – akan ketika budaya berubah solidaritas itu semakin pula berubah kearah yang semakin memudar, sehingga munculnya individualis, sikap egoistik, dan terkadang sampai diiringi konflik. Jika seorang individu atau suatu kelompok lebih mementingkan kepentingan dirinya masing - masing maka disinilah indikator lunturnya solidaritas sudah bisa dilihat.
Solidaritas sangat penting untuk diterapkan disetiap lini kehidupan. Jika rasa memiliki yang ditimbulkan dari adanya solidaritas itu sudah tidak ada maka kehancuran suatu peradaban itu pasti akan terjadi. Tidak adnya rasa saling memiliki akan berakibat saling tikam satu sama lain karena perasaan bahwa kita suatu kesatuan  itu berubah menjadi kita beda. Adanya kepercayaan bahwa “Saya bisa hidup tanpa anda!” dapat menghantarkan manusia kearah saling makan antar satu sama lain. Semua ini akan bermuara kepada hak dan kebebasan  akan tetapi jika atas nama kebebasan itu sendiri tanpa disadari telah memukul hak-hak yang harusnya dilindungi. Akan tetapi terkadang karena dalih melindungi hak maka kebebasan seakan – akan terpenjarakan.
Solidaritas tidak menuntut banyak hal, hanya menuntut kita untuk senantiasa mengerti dan merasa memiliki satu sama lain. Ketika hal tersebut mamapu kita ciptakan pasti perdamaian dimanapun dan dalam sektor apapun pasti bisa kita rasakan. Ketika kita berada dalam satu rasa dalam  kepedulian maka tidak akan ada istilah penindasan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, ataupun ketidak seimbangan lainnya yang dapat memicu berbagai konflik dalam kehidupan. Dan di saat sekarang ini berbagai sendi - sendi kehidupan sudah mulai mengukur segala kebahagiaan dari sudut materi belaka. Solidaritas terkadang hanya dipandang sebelah mata dan hanya diperlukan di saat kondisi dan situasi tertentu saja. Maka dari itu pentingnya solidaritas sudah sepantasnya untuk disuaraan dan diterapkan.
Di era sebelum menjamurnya globalisasi atau ketika nenek moyang kita masih disebut tradsional, masyarakat masih mengenal yang dinamakan Gotong Royong. Gotong Royong merupakan kerjasama secara sukarela yang selalu dilakukan khususnya oleh masyarakat pedesaan semenjak nenek moyang kita. Gotong Royong merupakan system pengerahan tenaga tambahan di luar kalangan keluarga untuk mengisi kegiatan – kegiatan yang dirasakan berguna bagi pembangunan di lingkungan masyarakat, misalnya mengerjakan lahan pertanian, memperbaiki aliran sungai, memperbaiki pematang sawah, memperbaiki jalur transportasi, menyiangi semak belukar yang mengganggu, kegiatan bersih RW/desa dan sebagainya yang semua itu sangat membantu kehidupan bermasyarakat.[2] Kita sebagai warga Indonesia mempunyai karakteristik solidaritas yang telah diwariskan oleh nenek oyang kita seperti gotong royong tersebut. Dan sudah sewajarnya jika di kehidupan yang modern ini kita tetap menggunakan dasar – dasar solidaritas dalam bermasyarakat. Nenek moyang kita bukan orang – orang yang ahli teknologi dan informasi seperti sekarang ini. Akan tetapi kita yang dikatakan ahli teknologi dan komunikasi disini malah kurang memiliki solidaritas.
Memanfaatkan teknologi dan komunikasi di era modern, bukanlah hal yang salah. Akan tetapi harus ada penambahan nilai didalamnya yaitu orientasi kebermanfaatan untuk diri sendiri dan orang lain oleh karena itu lengkap sudahlah kecanggihan jaman kita jika dibanding jaman nenek moyang kita. Kita boleh mengejar materi dan kita boleh mengejar kebahagiaan, dan ada kalanya kita juga punya kepentingan pribadi namun bukan berarti kita harus meninggalkan solidaritas antar sesama. Kita diciptakan dan hidup bukan untuk sendiri di dunia atau menikmati semua yang ada di dunia hanya dengan orang – orang yang kita kehendaki. Akan tetapi Tuhan juga menciptakan manusia lain yang wajib untuk kita sayangi pula. Konsep solidaritas sendiri juga tidak tertujukan untuk suatu golongan, kaum, suku, atau kelompok tertentu melainkan setiap kita yang dikatakan hidup bermasyarakat, bernegara, dan bertanah air.  

Pondasi Solidaritas
            Komunikasi adalah pondasi awal dari terciptanya solidaritas. Tanpa komunikasi seseorang untuk memulai mengenal seseorang di lingkungannya baik masyarakat ataupun lingkungan lainnya akan kesulitan. Sekarang bukan saatnya berkomunikasi yang harus face to face seperti jaman nenek moyang kita lagi, karena cukup dengan kecanggihan media komunikasi yang ada kita bisa dengan mudah terhubung dengan siapapun yang ingin kita ajak berkomunikasi. Karena komunikasi merupakan suatu hal yang peting dan sangat berpengaruh, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi harus diperhatikan sebaik mungkin. Hal ini berkaitan dengan siapa yang kita ajak berkomunikasi, apa yang disampaikan saat berkomunikasi, sampai sikap dan etika kita saat berkomunikasi. Hal – hal semacam ini yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap respon atau timbal balik dari lawan komunikasi kita, sekaligus menggambarkan seperti apa kita sesuai penafsiran mereka dengan cara kita berkomunikasi.
            Komunikasi yang baik dan berkomunikasi yang baik sekilas terlihat sama namun pada dasarnya suatu hal yang berbeda, dan kedua – duanya sangat dibutuhkan dalam terciptanya suatu solidaritas. Komunikasi yang baik merupakan cara kita untuk tetap menjaga suatu hubungan agar tidak ada keretakan atau saling mencari satu sama lain. Sedangkan berkomunikasi yang baik itu sendiri adalah suatu cara berkomunikasi yang seharusnya dilakukan seseorang kepada yang lain agar tidak terjadi penafsiran – penafsiran lain dari lawan komunikasi yang tidak kita ingginkan. Analogi istilah kesan pertama mungkin lebih cocok untuk menggambarkan betapa pentingnya komunikasi.
            Pondasi solidaritas yang kedua yaitu rasa sayang. Menciptakan rasa sayang itu bukan hal yang mudah, dan kita perlu memahami pertanyaan “Ingginkah kita disayanggi?” dan jagan harap kita bisa disayangi jika kita menyayangi orang lain saja sulit. Hal pertama yang perlu diperkuat dari pondasi solidaritas yaitu menumbuhkan rasa sayang. Di ibaratkan pondasi solidaritas ini sebuah pondasi atau bagian dari suatu dasar bangunan, dimana ketika pondasi dibagun dengan kuat maka bangunan itu akan ikut kuat dan kokoh. Akan tetapi ketika pondasi ini dibangun hanya sesukanya tanpa kesungguhan dan keseriusan maka bangunan itu sewaktu - waktu dapat roboh dan hancur dengan sendirinya. Setelah kita mampu menciptakan rasa saling menyayangi, perkuat rasa sayang itu dan terapkan dalam kehidupan sehari - hari. Meskipun kita berbeda suku, budaya, agama, bahkan berbeda negara sekalipun, bukan alasan untuk kita tidak menyayangi atau memilih untuk lebih menumbuhkan rasa benci.
             Pondasi solidaritas yang ketiga yaitu adanya rasa saling menghargai. Menghargai bukan berarti kita harus selalu memberikan apresiasi dan hadiah kepada orang lain akan tetapi keadaan dimana kita mampu menempatkan orang lain seolah – olah menempatkan diri kita sendiri, sudah termasuk menghargai orang lain. Menghormati, memberikan hak – hak orang lain juga merupakan dari wujud adanya rasa menghargai orang lain. Sedangkan untuk menuju terbentuknya solidaritas maka hal tersebut tidak cukup hanya di wujudkan oleh satu pihak atau sebagian pihak akan tetapi semua pihak yang terkait harus menyadari dan menerapkan rasa saling menghargai satu sama lain. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada yang merasa di sepelekan atau merasa tidak dianggap keberadaannya. Alhasil ketika kita sudah mampu untuk saling menghargai satu sama lain, jalinan solidaritas itu bukan hal yang tidak mungkin untuk diwujudkan.
            Pondasi solidaritas yang terakhir atau yang ke-empat adalah merasa membutuhkan dan dibutuhkan. Merasa membutuhkan inilah yang sering mendasari seseorang untuk terus berhubungan dengan orang lain. Tanpa disadari jika kita selalu merasa membutuhkan tersebut seakan - akan kita menjadi manusia yang menderita ketergantungan kronis. Pada dasarnya kita juga punya kemampuan yang bisa orang lain butuhkan juga. Permasalahan ini berlaku untuk dimanapun kita ingin membangun solidaritas baik dalam keluarga, persahabatan, masyarakat, organisasi, didalam suatu kelembagaan, atau dimanapun kita hidup bermasyarakat. Konsep ketergantungan disini harus dirubah dengan konsep manfaat. Konsep manfaat yaitu suatu konsep dimana kita tidak hanya berorientasi pada manfaat apa yang bisa kita dapatkan dari pihak lain akan tetapi manfaat apa juga yang bisa kita berikan kepada orang lain.  Ketika kita bisa saling memberi manfaat maka perasaan saling membutuhkan dan dibutuhkan itu akan muncul dengan sendirinya.
            Ketergantungan yang dimaksud disini akan berbeda ketika konsep dan cara berpikir kita telah kita rubah dengan konsep saling memberi manfaat. Kita akan bergantung dengan orang lain akan tetapi mereka juga akan bergantung pada kita dan disinilah titik solidaritas itu akan ditemui. Kita akan mulai sering bertanya kabar, merasa kehilangan saat kita berada dalam rentang jarak yang jauh dan waktu yang lama. Kita disini bukan hanya tokoh pelengkap atau tokoh figuran akan tetapi kita sama -  sama sebagai tokoh utama yang memegang peran yang sama - sama penting pula. Dalam rangka menciptakan solidaritas yang sesungguhnya, rasa kehilangan saat ditinggalkan itu merupakan suatu hal yang wajar. Sehingga ini bisa dikatakan sebagai dampak dari adanya rasa solidaritas yang tinggi antara kita.
           
            Bangunan Solidaritas
            Bangunan solidaritas yang akan kita bangun maupun yang telah pembaca bangun setidaknya menjadi bangunan yang kokoh dan tahan akan semua ancaman dan terpaan bencana, yang sewaktu – waktu dapat menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut. Betapa indahnya negeri Indonesia tercinta ini jika disetiap elemen dan lapisan masyarakatnya senantasa mengembangkan dan menjunjung tinggi solidaritas antar sesama. Segala macam bentuk konflik dan penindasan mungkin juga tidak akan pernah terjadi jika kita selalu mengedepan kan solidaritas antar sesama manusia tanpa kita mementingkan dan mengutamakan ego kita masing – masing. Kembali berkaca dengan kehidupan Nenek Moyang kita yang hidup rukun bertetangga dan bermasyarakat, pastinya hal serupa juga ingin dirasakan setiap masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat yang di katakana modern seperti sekarang.
            Solidaritas dapat terbentuk bukan hanya dari satu pihak akan tetapi perlunya kerjasama antar pihak untuk mewujudkannya.dan melalui pemaparan yang penulis sampaikan diharapkan solidaritas itu bukan hanya dijadikan sebagai suatu wacana atau rencana yang belum jelas pembuktiannya. Realisasi setidaknya dapat dicontoh dari beberapa bentuk solidaritas para Nenek Moyang kita, bahwasannya kita harus sadar bahwa kita hidup di alam dunia ini selalu membutuhkan orang lain dan kita pun pada dasarnya dibutuhkan pula oleh orang lain. Perlu adanya perubahan dalam pandangan dan pikiran kita bahwa kita hidup selalu membutuhkan orang lain. Dan sekiranya solidaritas itu merupakan suatu jawaban yang tepat akan suatu permasalahan maka solidaritas dihadirkan juga dapat berperan sebagai solusi bersama.





REFERENSI:
Nasution Zulkarnain, 2009, Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat  Desa
            Transisi (Suatu Tinjauan Sosiologi), Malang: UMM Press, Cet I

Sobrino Jon dan Juan Hernandes Pico, 1988, Teologi Solidaritas, Yogyakarta:
            Penerbit Kanisius.





[1] Nasution Zulkarnain, solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa Transisi (Suatu Tinjauan Sosiologi), ( Malang, UMM Press: 2009), Cet 1, Halm 11
[2] Nasution Zulkarnain, Ibid, Halm V-VI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar