Rabu, 15 Februari 2017

Dosen Menambah Liburan, Kebijakan Prodi atau Individu

Libur Dosen bertambah, Kebijakan Prodi atau Individu
Oleh Sulessana

Sesuai jadwal perkuliahan yang disepakati pihak birokrasi, bahwa perkuliahan dimulai Senin, 13 Februari 2017. Entah kebijakan apa yang terjadi, entah kebijakan prodi atau kebijakan individu yang membuat beberapa dosen kami (Psikologi 2014) belum melakukan proses pembelajaran di minggu ini, terhitung sejak Senin, 13 Februari 2017 hingga pekan depan, 20 Februari 2017. Dengan bahasa diplomasi yang mengatakan “kuliah dimulai minggu depan yah, tolong sampaikan ke teman-temannya”, dan kamipun tabah, bersemangat dan terlihat sangat antusias liburan ditambah. Siapakah yang tidak senang dengan hal demikian? Kebanyakan dari kita pasti senang, bisa melanjutnya bercengkrama dengan sanak keluarga. Tapi pernah terfikir perasaan beberapa kawan kita yang pendatang? Mereka datang dari jauh, memutuskan kembali ke jogja, menghentikan sejenak kebahagiaan bersama keluarga agar ontime masuk kuliah? Dan ternyata sampai dikampus, eh malah liburan ditambah. Nyesek ngk sih?
 Beberapa isu berkembang yang kebenarannya relatif, mengatakan bahwa beberapa dosen masih berada di Jakarta, hanya beberapa diantara mereka yang standby di kampus, masih memiliki kesibukan dan lain sebagainya. Berharap saja karena kepentingan prodi, semoga saya jika di Jakarta bukan untuk memenangkan salah satu paslon (Pasangan Calon), yang hari ini resmi dilakukannya putaran kedua, akibat tidak adanya suara yang mencapai 50%+1.
Mengutip salah satu bunyi peraturan menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi tentang perubahan atas peraturan menteri riset, teknologi dan pendidikan tinggi nomor 26 tahun 2015 tentang registrasi pendidik pada perguruan tinggi dalam pasal 1 nomor 1 “Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Berdasar teks diatas, tidak ada yang membatasi dosen untuk menambah libur, dosen tidak terikat untuk masuk teapt waktu, karena kesemuanya itu diatur dalam kebijakan prodi masing-masing.
Sebagai mahasiswa wajar jika kita menunggu untuk mendapatkan ilmu, bukankah begitu?  Wajar jika kita mewajarkan dosen yang menambah hari libur, terlepas dari mereka liburan atau tidak. Tapi pada dasarnya, kita harus berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan, buat apa menetapkan tanggal awal kuliah jika kita tidak bisa sama-sama komitmen untuk menjalaninya. Perkuliahan masalah komitmen antara dosen dan mahasiswa, bukan struktural belaka. Tenyata menjadi dosen merupakan pekerjaan yang mudah dan bisa menyesuaikan jadwal, jam kuliah bisa dipindahkan, bisa diadakan kuliah pengganti, dan lain sebagainya, yang membuat sebagian mahasiswa keteteran untuk menyesuaikan jadwal, apalagi ketua kelas, yah memang begitulah kenyataannya. Bagi kita yang akademisi, tidak menjadi persoalan, tapi bagi mereka yang bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahnya? Bagi aktivis yang tengah sibuk mengurus organisasinya?. Ah sudahlah bukan disitu esensinya.
Semoga kebijakan seperti ini tidak berulang ketika kelak generasi kita menjadi sosok pengajar. Pengajar itu adalah panggilan hati, sebuah pengabdian dan keikhlasan, seperti tujuan organisasi saya “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Bagi saya pengajar itu berada pada tataran pengabdian, pengabdian itu membutuhkan keikhlasan semata-mata karena Allah SWT, kira kira demikian yang diajarkan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
Jadi apapun keburukan generasi sekarang, selayaknyalah kita jadikan pembelajaran, dan kita perbaiki di masa yang akan datang. Jika soekarno mengatakan “jas merah” jangan sekali-kali melupakan sejarah, maka saya mengatakan buat apa mengenang masa kelam jika bukan untuk diperbaiki.